Berawal dari sebuah tekad yang tertunda, hingga mentari pagipun menjadi sebuah saksi sebuah keputusan diambil.Tiga sekawan itupun memutuskan untuk mewujudkan mimpinya. Sebuah mimpi untuk berpijak di atas dataran tertinggi di Pulau Sumatra dan menatap langit jauh lebih dekat. 
        Esok hari, rintikan hujan menyertai keberangkatan menuju Sekepal Tanah Surga. Beragam cerita mengiringi sebuah perjalanan, hingga petang menyambut kedatangan kami. Terlelap dalam tidur, hingga tak sempat menyaksikan kelap-kelip lampu yang terpancar di atas permukaan danau. Kamipun membuka mata dan turun pada sebuah persimpangan yang asing bagiku. Meskipun telah sering berkunjung ke Negeri tersebut, Aku merasa tak pernah menjumpainya.
      Setelah beberapa menit dengan penuh khawatiran, Kamipun bertemu rekan yang telah menunggu. Setibanya, kamipun lekas memeriksa berbagai persiapan yang tersimpan di dalam tas besar (tas gunung). Beragam pengarahan disampaikan demi kelancaran perjalanan kami menuju dataran tertinggi itu. Itulah Gunung Kerinci, Gunung tertinggi di Pulau Sumatra.
     Keesok harinya, Kami(L Widodo, Luqman Hakim, Erick Agusti, Leni Marlina, Maria Ulfa, Yuza, Gerry, Muklis, Agus, Haryanto, Yadi, Eka, dan Rev) bergegas menuju kawasan pintu rimba Gunung Kerinci. Tak lupa, sebuah tas yang terpikul di bahu.

        Di awali dengan membaca do'a sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Selanjutnya, perjalananpun dimulai. Dengan sebuah tekad, meski hujan menyambut kedatangan kami.
***
Sebuah mimpi untuk berdiri di Puncak Gunung Tertinggi..
            Mata akan menatap lebih jauh ke atas
            Tangan akan berpegang lebih keras dengan akar
            Kaki akan melangkah lebih kokok saat berpijak
            Mulut akan bertasbih lebih cepat dari biasanya
            Jantung akan memompa lebih cepat dari biasanya
            Suhu akan diterima lebih dingin dari biasanya
            Serta bahu akan memikul lebih berat dari biasanya
***
Bismillahirohmanirohim,,,
Dedaunan yang hijau menjadi saksi senyum yang kami persembahan saat memasuki kawasan tersebut. Dengan keadaan jalan yang terjal dan licin, Kamipun harus berhati-hati dalam berpijak. Satu demi satu pos pun kami lewati. Meskipun hujan mengguyur tubuh, namun tak membuah semangat ini menjadi luntur. 
***
           Sebuah kebersamaan, 
           Selalu menjaga,
           Selalu melindungi,
           Selalu membantu, 
          Hingga Bersama Bersujud di ketinggian 3.805 Mdpl
 ***
Sebuah tragedi terjadi pada salah satu rekan hinggan kami harus berhenti sejenak untuk mengembalikan kondisi rekan pulih dan mampu melanjutkan perjalanan. Sebagian tim berangkat lebih awal untuk mempersiapkan lokasi penginapan pada shalter 3. Sedangkan sebagian menghabiskan petang di shalter 1. 

***
         Yoza selalu memberikan semangat kepada Kami.
         "Ya Allah SWT, Aku lelah. 
         "Namun Aku yakin akan menyelesaikan dengan baik, karena engkau selalu menyertai Kami.
***
Petang di Shalter 1 menanti kehadiran mentari pagi dan mengistirahatkan diri. Beragam cerita menghiasi petang itu menjelang mata terlelap dalam tidur.
***
          Sahabat...
          "Jika esok langkah ini tak mengizinkan, maka tinggalkan Aku sendiri...
          "Aku tak ingin langkahku menjadi sebuah penghalang cita-citamu...
          "Aku akan menunggumu hingga Kau kembali membawa cerita indahnya di atas puncak
          
          Sahabat...
          "Aku takkan bisa meninggalkanmu, karena Aku takkan melangkah dengan satu kaki...
          "Kita melangkah bersama, maka kita akan berhenti bersama...
          "Percayalah bahwa esok, Kita bersama menatap langit jauh lebih dekat...
          "Kita berada dekat dengan Allah SWT...
          "Kita Bisa berdiri di ketinggian 3.805 Mdpl...
***
Tibalah pagi dengan pancaran cahaya yang sangat cerah. Keadaan rekanku pun menunjukkan pada arah yang lebih baik. Kamipun melanjutkan perjalanan. Sebuah perjalan yang jauh lebih sulit dari biasanya. Permukaan yang tertutup oleh lembutnya tanah, rowongan yang menjadi lintasan serta barisan akar yang menjadi pegangan saat bergantung.
 ***
          ^Ayo Bang/ Mas/ Pak/ Mbak
          ^Semangat Bang/ Mas/ Pak/ Mbak
          ^Mari Bang/ Mas/ Pak/ Mbak
          Menjadi sapaan saat bertemu pendaki lainnya. Sering kali kami bertanya,"Dari mana Mas/ Bang/ Pak/ Mbak?". Mereka hadir dari berbagai Provinsi bahkan dari Benua tetangga. Pendaki berasal dari Jambi, Pekan Baru, Medan, Sumatra Barat, Lampung, Jakarta, Bekasi, Yogyakarta, daerah setempat dan lain-lain. Kami juga bertemu pendaki dari Australia.
         Setelah 5 jam berjalan, tibalah kami di Shalter tiga. Tawa bahagiapun menyambut kedatangan Kami. Bersama-sama, Kami menegakkan tenda untuk berteduh. Salah satu rekan bertanya,"Sudah makan?
          "Belum,"jawab Kami.
         Ia pun langsung mempersiapkan berbagai bejana untuk memasak nasi. Selesai memasang tenda, nasipun telah matang. Kamipun dipersilahkan makan. 
***
         Saat petang tiba, Kamipun segera mengenakan berbagai perlengkapan untuk melindungi diri dari dinginnya malam. Malam itu, Kami bersama-sama duduk untuk menghangatkan diri di dekat api unggun. Selain itu, Kami bernyanyi bersama serta makan bersama.
           Suasana begitu menarik saat mata diizinkan untuk menyaksikan kelap-kelip lampu perumahan yang berada di dekat lereng gunung. Selain itu, Kamipun dimanjakan oleh pancaran bintang yang menghiasi langit. Tak lupa pancaran lampu senter menghiasi malam serta sesekali letusan kembang api tampak terbang ke atas dan terdengar letusan. Malam semakin larut, dinginpu semakin menusuk tubuh. Kami segera mengistirahatkan diri.

***
    Waktu menunjukkan 03.00 WIB, Kamipun segera beranjak dari tenda. Kami segera mempersiapkan diri untuk menuju Puncak Gunung Kerinci. Dengan mengenakan pakaian tertutup dan senter yang terpasang di bagian paling atas dari tubuh.
***
         Kamipun melangkahkan kaki untuk menuju puncak. Perjalanan yang berbeda dari sebelumnya. Sebuah jalan yang tak dihiasi hijaunya dedaunan, namun dihiasi bebatuan kecil dan besar. 
          Pandangan mata fokus mencari jalan terbaik
          Tangan berpegang pada batu yang diam
          Kaki yang perpijak lebih tepat
          serta Telinga yang selalu mendengar " Awas Batu Jatuh"
***
Usai beberapa jam menempuh dataran miring itu, tibalah Kami di Tugu Yuda. Sejenak kami mengistirahatkan tubuh.
***
Usai lelah telah hilang, Kami melanjutkan untuk mendaki puncak Gunung Kerinci. Dengan menahan dinginnya embun pagi, Kami bersama tiba di 3.805 Mdpl.
***
Allhamdulillahirobbilallamin...
Kita bisa berada di ketinggian ini...
Allahu Akbar...
Kamipun melaksanakan Sholat Subuh. Dengan rasa syukur dan berlinang air mata saat bisa bersujud diketinggian tersebut.
Subhanaallah keindahan Sun Rise mengawali padi Hari Ulang Tahun Indonesia...


***
         DIRGAHAYU RI Ke-69
         Aku bangga menjadi warga Indonesia...
         Aku bangga menjadi masyarakat Jambi...
         Semoga Indonesia semakin Jaya...
***
Tak hanya sebuah keindahan yang menjadi hal berharga di perjalanan ini, namun begitu banyak pelajaran yang diperoleh yang tak ditemukan dilingkunganku. 
"Begitu berartinya setetes air yang dapat menghilangkan dahaga...
"Begitu berartinya seberkas cahaya yang akan menunjukkan arah kita berjalan...
"Sebuah prinsip yang tak akan berubah kapanpun dan dimanapun...
"Sebuah toleransi satu sama lain...
"Arti sebuah akan yang tak hanya menyerap hara, namun juga menjadi pegangan dalam meniti jalan..
"Sebuah kebersamaan...
"Begitu pentingnya sebuah perencanaan dan persiapan yang matang...