Hilir mudik kelap-kelip lampu kendaraan di depanku.
Aku yang sedang duduk di gerbang masuk kampus menikmati sejuknya angin malam
yang bertiup. Sambil menikmati makanan ringan yang ada digenggaman, Aku
memperhatikan setiap mobil yang berhenti. Dalam hati Aku berkata," mobil
yang Aku pesan tak kunjung datang, udah jalan atau belum ya". Beberapa
menit kemudian, mobil yang Aku pesan datang."Sudah lama nunggu? tanya
sopir. "Sekitar 15 menit Pak", jawabku. Akupun duduk sesuai kursi
yang Aku pesan.
Akupun menikmati perjalanan dengan melihat kelap-kelip
lampu dari rumah-rumah warga yang terletak di pinggir jalan. Perjalanan yang
membutuhkan waktu 10 jam membuatku memutuskan untuk tidur. Setelah beberapa
jam, Aku terbangun untuk melaksanakan sholat subuh di salah satu tempat yaitu Muaro Imat. Saat keluar mobil, Aku mengenakan jaket karena dingin sekali. Usai
melaksanakan sholat subuh, Aku sejenak menghangatkan tubuh dengan secangkir teh hangat dan semangkok mie instan. Sedikit membuat tubuhku hangat usai
menyantap semangkok mie instan. Tak lama kemudian, Aku masuk ke dalam mobil kembali. Tak berapa lama, mobilpun melanjutkan perjalanan.
Udara semakin dingin dan mulai tampak bukit-bukit yang
tampak samar dibalik kabut. Akupun tidak ingin kehilangan momen perjalanan. Ini
kali pertama Aku datang ke Kabupaten Kerinci, Akupun sangat senang. Tiba-tiba
sahut seorang penumpang "Selamat datang di Negeri Sekepal Tanah Surga". Ungkapan itu seakan mendeskripsikan indahnya alam Kabupaten Kerinci. Sebuah kabupaten yang dianugerahi alam yang indah. Menurutku kabupaten ini memiliki wisata yang lengkap karena ada danau, bukit, gunung, air terjun, kebun teh, air panas dan lain-lain. Akupun merasa semakin dingin. Dalam hati Aku berkata,"Dingin banget, nanti berani mandi gak
ya". Akupun menuju rumah rekanku di Kecamatan Siulak. Ia yang akan
menemani perjalananku kali ini.
"Selamat datang", sambut keluarga rekanku. Akupun
segera mandi dan memakai pakaian rapi. "Dingin banget airnya, kayak air
es", ungkapku sambil gemetar kedinginan. "Setelah beberapa hari nanti
pasti terbiasa", jawab rekanku. Akupun menikmati menu sarapan yang telah
tersedia.
Perjalanan ini dimulai dari Kecamatan Siulak. Aku
berjalanan sambil melihat-lihat aktivitas masyarakat lokal. Kami berkunjung ke
salah satu rumah. Biasanya, Ibu-Ibu berkumpul di pagi hari sambil menikmati Ayi
Kawo. Akupun bertemu dengan Ibu-ibu yang menikmati Ayi Kawo. Aku berkenalan dan
meminta izin untuk bergabung menikmati Ayi Kawo. Ini adalah titik dimana Aku
memahami apa itu Ayi Kawo. Akupun mencoba meminum Ayi Kawo menggunakan cangkir
yang terbuat dari plastik. Sebagian dari mereka menggunakan tempurung kelapa. Warna
tempurung seakan mendeskripsikan usia tempurung yang telah lama digunakan.
Akupun juga mencoba menggunakan keduanya. Ada aroma yang berbeda. Aroma yang
khas dari tempurung memberikan kenikmatan yang berbeda.
Rasa penasaran bertambah saat rasa
seperti teh tetapi pekat terasa saat meneguk minuman itu. Aku ingin tahu
komposisi minuman tersebut. Ayi Kawo merupakan minuman khas seperti teh namun
daun yang digunakan ialah daun kopi. Daun kopi yang tidak terlalu tua
dipanaskan diatas perapian. Setelah mengering dan berubah kecoklatan, daun kopi
siap di seduh dengan air panas. Akupun merasakan Ayi Kawo memfasilitasi Ibu-Ibu
untuk berkumpul dan bersosialisasi satu sama lain. Rasa takjub ini tumbuh
karena Aku sudah jarang menemukan Ibu-ibu untuk meluangkan waktu berkumpul bertukar
informasi khususnya di kampung halamanku. Kali pertama meminum minuman ini
membuatku beradaptasi berbeda bagi masyarakat yang telah terbiasa. Bagi mereka yang telah terbiasa, mereka
merasa tidak semangat dan segar jika mereka tidak meminum Ayi Kawo.Sebuah
ungkapan yang mereka sampaikan ialah ”Kalu lah betepuk ubi di lapu, lah teminum
Ayi Kawo, Dak Tekalah Dunia! Ungkapan itu menunjukkan bahwa menikmati Ayi Kawo bersama Ubi kayu akan memberikan kenikmatan yang luar biasa hingga dunia tak terkalahkan.
Akupun melanjutkan dengan
berjalan-jalan di sekitar Siulak. Kami melihat-lihat perkebunan kopi masyarakat
setempat dan berkunjung kepasar. Suasana pasar tradisional yang sangat aku suka karena tempat masyarakat berkomunikasi satu sama lain baik berkaitan dengan jual-beli maupun bertegur sapa. Aku berjalan-jalan hingga Aku bertemu dengan pedagang yang menjual
serbuk Ayi Kawo. Usai berbincang dengan penjual Ayi Kawo, Akupun tak luput untuk membeli makanan ringan yang masih
hangat seperti gorengan. Dimanapun aku berada, gorengan seperti menu wajib saat ke pasar tradisional. Aku begitu menikmati alam dan suasana masyarakat
setempat. Sesekali Aku mengalami kesulitan komunikasi saat masyarakat
menggunakan bahasa daerah setempat. Akupun segera kembali ke rumah rekanku. Aku
mempersiapkan perjalanan berikutnya yaitu Kecamatan Gunung Kerinci.
“Kring...Kring...Kring...Alarm
handphone berbunyi, Aku langsung terbangun dan menuju kamar mandi. Udara yang
dingin dan air kran yang dingin, membuat tubuhku gemetar. Usai melaksanakan
sholat subuh, Aku memeriksa kembali isi tas. Selanjutnya, Aku mandi secepat
mungkin. Bisa dibilang, mandi dengan kecepatan kilat karena cepat-cepat. Aku
masih ditemani rekanku untuk ekspedisi kali ini. Kami sarapan terlebih dahulu
dan segera berangkat. Perjalanan kali ini cukup jauh dari tempatku menginap sekitar 30 menit.
Seperti biasa, Aku mampir sejenak jika ada penjual gorengan. Udara yang dingin
membuatku ingin selalu makan.
Perjalanan kali ini, Aku melihat
derasnya aliran air sungai dan sawah-sawah yang hijau. Pemandangan yang indah
membuatku tak sadar telah tiba di Kecamatan Gunung Kerinci. Aku bertemu dengan
masyarakat yang terbiasa meminum Ayi Kawo. Aku juga bertemu dengan seseorang
yang terbiasa membuat dan menjual serbuk Ayi Kawo. Aku bertanya kepada mereka seputar Ayi Kawo baik pembuatannya maupun tradisi meminum Ayi Kawo. Kali ini, Aku tidak bertemu masyarakat yang berkumpul menikmati Ayi Kawo karena sebagian masyarakat telah pergi ke kebun. Di perjalanan, Aku bertemu masyarakat yang berangkat ke kebun. Kami juga melihat aktivitas masyarakat lainnya seperti menjemur kayu manis. Perjalanan hari ini kami akhir dan kembali ke rumah rekanku.
Perjalanan berikutnya ialah di kecamatan Keliling Danau. Jarak yang aku tempuh lebih jauh dari biasanya karena jarak Siulak dan Keliling Danau memerlukan lebih dari 1 jam. Perjalanan yang ditempuh membuah mata segar karena bukit-bukit yang indah, dan sawah serta jalan yang berada tak jauh dari danau. Perjalanan kali ini diawali dengan bersilaturahmi dengan kepala Desa Jujun. Setelah menyampaikan tujuannya, Aku diajak menuju salah satu rumah masyarakat yang terbiasa membuat serbuk Ayi Kawo. Aku berkesempatan ikut ke kebun untuk memetik daun kopi. Daun yang digunakan bukanlah daun yang sembarangan. Kualitas daun juga sangat berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan.
Perjalanan berikutnya ialah di kecamatan Keliling Danau. Jarak yang aku tempuh lebih jauh dari biasanya karena jarak Siulak dan Keliling Danau memerlukan lebih dari 1 jam. Perjalanan yang ditempuh membuah mata segar karena bukit-bukit yang indah, dan sawah serta jalan yang berada tak jauh dari danau. Perjalanan kali ini diawali dengan bersilaturahmi dengan kepala Desa Jujun. Setelah menyampaikan tujuannya, Aku diajak menuju salah satu rumah masyarakat yang terbiasa membuat serbuk Ayi Kawo. Aku berkesempatan ikut ke kebun untuk memetik daun kopi. Daun yang digunakan bukanlah daun yang sembarangan. Kualitas daun juga sangat berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan.
Usai dari kebun, Aku sejenak pamit
untuk pergi melihat pemandangan Danau Kerinci. Aku berencana menginap disalah
satu rumah warga karena Aku ingin bertemu dengan masyarakat-masyarakat yang
menikmati Ayi Kawo di malam hari. Sejenak Aku pergi ke salah satu rumah makan
yang berada di pinggir Danau Kerinci. Aku menikmati pemandangan Danau Kerinci
sembari menunggu makanan yang aku pesan datang. Tak lama kemudian, makanan yang
Aku pesan datang. Kali ini Aku menemukan sebuah menu yang menurutku recommended
karena ikannya lembut dan kuah karinya enak banget. Personally, this is the
first time. Makanan itu ialah gulai ikan semah. Ditemani hembusan angin dari arah
danau membuat makan siang semakin hangat.
Menjelang senja, Aku kembali ke rumah warga
dimana tempatku menginap sekaligus tempat dimana Aku bisa melihat pembuatan
serbuk Ayi Kawo. Aku melihat proses demi proses pembuatannya. Tak terasa magrib
telah tiba, Aku sholat bersama warga. Setelah sholat isya’ Aku bersama Pak RT
mengunjungi salah satu tempat dimana masyarakat sedang berkumpul sambil
menikmati Ayi Kawo. Aku juga melihat seseorang yang sedang membuat serbuk Ayi
Kawo. Ungkapan yang mereka
sampaikan setelah meminum Ayi Kawo ialah ”Kalu lah minum Ayi Kawo,
Nampak Mekkah tu Dari Sini”. Ungkapan itu seakan menggambarkan kenikmatan Ayi Kawo. Khasiat yang mereka rasakan
membuat mereka seperti kecenderungan meminum Ayi Kawo setiap hari. Tradisi ini
mengajarkan tentang banyak hal bagiku. Aku belajar makna sosial dan budaya yang
terkandung didalam Ayi Kawo. Masyarakat menikmati Ayi Kawo bersama-sama saat
berkumpul. Dewasa ini, kondisi ini sangat jarang Ku temukan di kampungku.
Semakin malam,
semakin dingin angin bertiup. Aku kembali ke tempat Aku menginap, diperjalanan
Aku singgah ke sebuah warung yang menjual gorengan. Di tempat ini Aku bertemu
masyarakat yang sedang makan gorengan di temani Ayi Kawo. Minuman ini tak hanya
hadir ditengah-tengah masyarakat saat berkumpul, namun miuman ini juga hadir
pada acara adat seperti Kenduri Sko, Turun Mandi, Pernikahan dan lain-lain.
Sebuah kesempatan
bagiku atas perjalanan ini. Sebuah perjalanan ini mengajarkan banyak hal, bukan hanya
sebatas mengenal apa itu Ayi Kawo tetapi juga mengetahui proses pembuatan dan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Aku juga menikmati indahnya Kerinci
dari berbagai sudut. Ingin Aku kembali untuk mengekplore sisi yang lain dari
kabupaten ini. Inilah perjalananku 7 tahun yang lalu. Meskipun sudah lama, Aku
ingin berbagi cerita perjalanan ini kepada pembaca.
Mari mengenali dan melestarikan budaya yang ada di sekitar kita. Selain itu, kenali pula budaya yang ada di tempat lain. Perjalanan membuat kita menyadari begitu banyaknya budaya yang ada di negeri dan menyadari indahnya keberagaman.
Mari mengenali dan melestarikan budaya yang ada di sekitar kita. Selain itu, kenali pula budaya yang ada di tempat lain. Perjalanan membuat kita menyadari begitu banyaknya budaya yang ada di negeri dan menyadari indahnya keberagaman.
0 Komentar